Terima Kasih, Cikgu


JIKA ada pertanyaan berapa guru yang benar-benar menginspirasi kamu sampai bisa seperti sekarang, bagaimana jawaban kamu? Bagi saya, tentu saja ini pertanyaan sulit. Karena, bisa jadi semua guru yang pernah mengajar saya, baik langsung atau pun tak langsung sudah mempengaruhi saya. Meski mungkin materi yang mereka ajarkan sudah pada lupa :D.

Tapi memang ada beberapa guru yang masih terngiang-ngiang, bukan saja materi yang diajarkan masih diingat, tapi cara mengajarnya yang memang berbeda dengan yang lain. Seperti Pak Suratiman, guru kelas 6 waktu SD, cara ngajarnya asyik, nggak bawa emosi, jadi muridnya nggak terbawa tegang.

Juga Pak Duli, guru Matematika waktu kelas 2 SMP. Walaupun di kelas lain katanya beliau suka galak, tapi ke kelas kami belau sangat ramah. Entah mungkin karena beliau wali kelas kami :D. Juga bu guru Bahasa Indonesia -sayang saya lupa namanya- waktu SMP. Dari beliau saya tahu bahwa yang benar itu bergantung, bukan tergantung. “Tergantung mah tergantung di capster,” ujarnya waktu menerangkan perbedaan kedua kata itu (Tapi sekarang jadi suka apakai kata tergantung lagi. Mana yang benar ya?).

Di SMA ada pak Munir, guru Fisika yang sangat ramah pada anak didiknya. Padahal, Fisika dikenal sebagai pelajaran yang susah (dan memang buat saya Fisika itu menyebalkan karena sangat sukar dimengerti). Entah kenapa, materi yang sangat sulit jadi terasa lebih mudah dipahami ketika beliau menerangkan (meski ketika dipelajari kembali pusing lagi hehe).

Ada satu lagi guru yang masih teringat cara ngajarnya. Beliau pak Rahman, guru matematika waktu kelas 3 SMA. Tak hanya mengajar materi, kadang beliau mengajarkan filosofis dari suatu materi. Semacam asbabun nuzulnya. Akhirnya mempelajari matematika menjadi menyenangkan. Meski anehnya waktu ulangan nilai saya tetap saja nggak bagus hehe..

Dari arahan beliau lah -salah satunya- sampai saya memberanikan diri memilih jurusan matematika ketika SPMB, dan jurusan Fisika sebagai pilihan kedua. Padahal, sampai kelas 3 SMA itu, saya masih beranggapan, matematika adalah pelajaran paling menyeramkan dan menyebalkan heuheu..

Waktu kuliah, lebih banyak lagi dosen yang benar-benar menginspirasi. Yang pertama, tentu dosen wali kelas kami, kelas Matematika C 2003, Pak Rizky. Sampai sekarang saya masih ingat petuah beliau ketika bimbingan akademik pada Januari 2007. Beliau mengatakan, kuliah sampai S1 tidaklah cukup, sebab yang dipelajari baru hal-hal dasar. Masih harus dikembangkan lagi di tingkat lebih tinggi. Bahkan beliau menyarankan dan memberi semangat anak didiknya untuk melanjutkan ke jenjang S2. karena petuah itulah, sampai sekarang saya masih bermimpi untuk bisa melanjutkan sekolah. Karena saya merasa masih bodoh :D.

Selain Pak Rizky, tentu saja masih banyak dosen lain. Seperti Pak Suhendra, yang sangat bersemangat ketika mengajar. Yang mengajarkan filosofi ABCD (Saya lupa lagi detailnya, yang pasti B=belajar, C=cara yang digunakan, dan D= Doa). Juga yang mengajarkan cara berkelit dengan baik hehe.. Selain itu, tentu Pak Yudi, dosen yang membawa perubahan mengajar, seperti menganggap setara antara dosen dengan mahasiswa, juga dengan pengembangan e-learningnya.

Hanya itu saja? Tentu saja tidak. Masih banyak guru dan dosen yang benar-benar menginspirasi saya. Tak hanya di sekolah, juga di luar sekolah. Tapi tak bisa saya sebutkan satu persatu. Bisa-bisa jadi sepanjang novel :D.

Hanya satu yang bisa saya ucapkan: Terima kasih.

Selamat hari guru. Selamat kepada para guru yang terus mengabdi mendidik generasi muda. Selamat buat kawan-kawan yang memilih menjadi guru. Selamat berkarya. Selamat siang.


0 responses to “Terima Kasih, Cikgu”

Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.