Orientasi


HARI masih gelap. Kami pun masih terlelap di sebuah tenda yang diisi 4-5 orang. Tapi tiba-tiba di luar banyak orang berteriak. Gaduh. Menggedor setiap tenda. Mengeluarkan semua isinya. Termasuk manusia di dalamnya. Lalu, kami seperti bukan manusia lagi.

Teriakan bernada marah seolah tak habis-habis. Setelah itu, berbagai perintah keluar dari mulut mereka, panitia. “Kamu, jadi cacing!” “Ayo bayangkan kamu seekor sapi.. mana suaranya??” dan teriakan-teriakan semacam itu. Hingga subuh tiba. Ini baru awal. Sejak saat itu, saya sadar, ini bukan kemping biasa.

Itulah sepenggal kisah kemping pendidikan dasar (KPD) waktu saya SMA, 12 tahun lalu. Sebuah ajang orientasi dan ujian sebelum masuk organisasi teater. Terkesan kejam memang. Ospek SMA saja pasti kalah. Mana berani panitia OSIS menyuruh peserta mengunyah rumput? hehe.. Tradisi mirip ini -seingat saya- terus berlangsung, setidaknya sampai saya lulus SMA.

Bisa dibilang ospek ini merupakan yang terberat -dan terkejam- yang pernah saya ikuti. Mental benar-benar down. Terkadang saya suka trauma, bahkan ketika menjadi bagian yang suka marah-marahnya.

Setelah lulus SMA, alhamdulillah masuk UPI. Seperti biasa, sebelum kuliah, ada juga ospek yang digelar kaka senior sok ganteng itu. Saya lupa apa namanya, yang pasti ada beberapa tingkat ospek, mulai dari universitas, fakultas, dan jurusan (biasanya dalam bentuk kemping).

Karena kenyang dimarahi waktu SMA, pas mau ospek kuliah saya jadi terkesan apatis. Sedikitnya sudah tahu saya bakal digimanakan sama senior. Makanya saya nggak terlalu antusias, termasuk ketika disuruh bikin tugas-tugas cukup aneh (lupa tugasnya, yang pasti ada hubungannya dengan matematika-matematika gitu), saya nggak terlalu serius. Ceritanya bentuk protes hehe..

Untungnya, waktu saya masuk, sudah mulai ada perubahan dalam proses ospek maba di jurusan. Saya disambut baik-baik oleh kakak senior. Padahal dua tahun sebelumnya, masih ada cerita salah seorang maba dimarahi ketika baru daftar di himpunan. Bahkan ada yang rambutnya dicukur paksa sama senior, tentu hasilnya acak-acakan.

Lalu tiba saatnya ospek universitas. Saya lupa acaranya seperti apa, namun sependek ingatan saya, tidak terlalu banyak adegan marah-marah. Tentu bukan berarti panitia menjadi lembek, mereka tetap tegas. Beberapa teman yang telat harus mendapat hukuman push-up. Tapi tidak disertai dengan banyak adegan drama. Yang salah ya dihukum. Ospek itu pun menjadi pengalaman pertama saya ikut demo, karena waktu itu, ternyata BEM UPI memanfaatkan momen ospek untuk menggerakkan massa untuk demo. Lagi-lagi saya lupa, waktu itu demo apa :D.

Habis ospek universitas, ada ospek fakultas yang dilakukan BEM FPMIPA (sekarangmah sudah mati bemnya). Nah di sini ternyata masih ada kegiatan jaman jahiliyah: marah-marah ga jelas. Saya yang sudah biasa dimarahi di acara seperti itu cuma ketawa dalam hati memerhatikan senior sok betul itu, sambil mikir, ini apa manfaatnya? Untunglah acaranya tidak lama.

Seharusnya, setelah ospek fakultas, ada ospek jurusan. Tapi acara yang dilangsungkan di luar kampus itu saya nggak ikut. Jujur saja, saya sudah malas, jauh-jauh ikut hanya untuk dimarahi dan disiksa fisik. Atau trauma? Bisa jadi, cuma yang jelas, saya nggak ikut karena sebagai bentuk protes, apa nggak ada cara yang lebih baik untuk mengader mahasiswa baru yang masih unyu ini? cieeee πŸ˜€

Apalagi saat itu, di lingkungan himpunan ada semacam keretakan, terutama ketika setelah kelahiran himpunan prodi (yang sampai saat ini masih ilegal haha). kehadiran himpunan tandingan ini mau tidak mau membuat suasana kurang kondusif di maba, terutama di prodi saya.

Bahkan senior yang aktif di himpunan ilegal ini bergerak aktif kepada para maba, menjelaskan kenapa tidak perlu mengikuti acara kemping. Apalagi beberapa tahun sebelumnya, dikabarkan ada seorang peserta yang menjadi sakit -dan di kemudian hari meninggal- yang katanya gara-gara ikutan kemping.

Himpunan ini memang nyeleneh. Selain ilegal, proses orientasi dan kaderisasinya pun berbeda jauh, setidaknya saat saya baru masuk. Ketika maba di himpunan jurusan disuruh mengerjakan berbagai tugas aneh (membuat segilima, mengerjakan soal aneh, buat kursi goyang dll), himpunan ilegal ini justru mengadakan acara pengenalan yang cukup menarik.

Kepada para maba, mereka menjelaskan dengan ramah bagaimana situasi perkuliahan di kampus, apa bedanya dengan sekolah, dan beberapa pengetahuan kampus lainnya. Tidak ada propaganda agent of change atau hal-hal melangit lainnya. Semuanya terasa membumi. Setelah itu, kami diajak keliling kampus, dan dikenalkan dengan gedung serta ruangan yang nantinya akan dipakai kuliah. Benar-benar sambutan yang ramah, bahkan sampai sekarang saya masih mengingatnya. (terimakasih kang heru, kang asyifa, dan senior yang lain hehehe). Saat itulah saya sadar, bahwa seharusnya konsep seperti inilah ospek yang seharusnya dilakukan. Tidak perlu ada adegan drama bentak-bentakan dan aksi bullying lainnya. Maka tak heran di kemudian hari saya lebih memilih aktif di organisasi ilegal ini :D.

Oh iya, selain ikutan ospek di himpunan, baik sebagai peserta dan panitia, saya pun pernah ikutan ospek di tingkat UKM dan organ ekstra. Di dua organisasi ini, ospeknya tidak lagi mengutamakan aktivitas fisik, dan tentu saja tidak ada aksi marah-marahan. Tapi saya pikir cukup efektif.

Waktu ospek di UKM UPM, kami sebagai peserta benar-benar dihadapkan kepada realitas yang akan dihadapi ketika aktif nanti, yakni sebagai jurnalis kampus. Waktu itu, kami harus mempertanggungjawabkan media yang kami bikin. Meski tidak ada nada-nada marah (malah kebanyakan ketawa-ketawa) kami tetap tegang hehe.. Tapi berkat acara itu, banyak pelajaran yang saya tangkap -meski ada yang lupa lagi :D- bahwa mengelola media itu tidak semudah seperti yang saya lakukan sebelumnya. Uyee..

Begitulah pengalaman saya tentang ospek dll ketika menjadi mahasiswa di kampus UPI. Jadi, mana konsep ospek yang paling efektif? πŸ˜€

Sudah ah nulisnya, nanti kepanjangan. Ini cuma nostalgila saya, mengingat sekarang sedang masa-masanya ospek maba yang unyu-unyu itu. Semoga ada yang tamat bacanya πŸ˜€

*Tulisan ini terinsipirasi setelah baca blognya pak BR dan petra yang mengomentari OSKM di kampus gajah.


Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.