Selamat jalan, cantik


[M]alam itu, saya masih di toko buku. Togamas namanya, yang baru pertama kali saya kunjungi meski hampir setiap hari saya lewati. Ketika sedang di kasir hendak membayar buku novel Nagabumi, datanglah SMS itu.

Padahal awalnya mau lama-lama berada di toko buku itu. Toko yang tak terlalu ramai tapi memiliki koleksi cukup lengkap. Melepas penat setelah gagal bertemu dia. Tapi kabar kepergianmu membuat saya langsung bergegas. Bayar buku seharga Rp105 ribu, salat di musala, dan memacu motor sekencang mungkin.

Setelah sampai di rumah, ternyata kamu masih di rumah sakit. Baru tengah malam kamu pulang ke rumahmu, untuk pertama dan terakhir kalinya. Tanpa ibu dan bapakmu yang terpaksa harus menginap di rumah sakit. Kulihat wajahmu, sungguh cantik. Putih. Seperti kakakmu.

Siapa yang tidak sedih dengan kepergianmu. Jangankan orangtuamu, kami pun sedih. Sebagian menangis. Apalagi sebelumnya tidak ada tanda-tanda apapun darimu. Sampai hari itu, semuanya masih berjalan normal. Bahwa kamu akan segera menambah jumlah manusia di bumi.

Tak ada yang menyangka, bahwa kamu tidak sedetik pun sempat merasakan dunia fana ini. Tak sekalipun menghirup udara. Tak sedetik pun melihat indahnya dunia dengan segala masalahnya. Tapi Tuhan sudah menentukan jalanmu, untuk menjadi penjaga ibu bapakmu di surga. Kelak.

Selamat jalan, cantik.


0 responses to “Selamat jalan, cantik”

Leave a Reply to Desita Hanafiah Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.