‘Karcis’ di Perpustakaan UPI


perpustakaan UPI

SEJAK lulus pada 2008 lalu, saya belum pernah masuk ke perpustakaan UPI. Padahal sering juga ke kampus, tapi cuma mampir di PKM atau di FPMIPA. Nah, karena sedang butuh beberapa buku untuk kuliah, akhirnya kembali ke gedung yang dulu katanya perpustakaan terluas (se-apa ga tahu) itu.

Dari luar, sekilas nggak ada perubahan mencolok dari Perpustakaan, selain adanya semacam taman atau tempat duduk nyaman bagi mahasiswa. Sebelumnya di sana merupakan jalan biasa. Tapi karena sekarang kendaraan nggak bisa bebas lewat situ, akhirnya jadi lebih nyaman kelihatannya.

Nah, di dalam, baru kelihatan perbedaannya. Dulu untuk masuk ke ruang dalam perpustakaan harus melewati sebuah jalan nggak begitu besar, di sisi kiri loket pengembalian/peminjaman buku, dan di kanan hanya tembok biasa. Kalau nggak salah ada juga meja di antara tembok dan loket. Juga ada gerbang untuk memastikan tidak ada buku yang dicuri. Kalau nggak salah sih begitu gambarannya. Kalau salah ya maaf, soalnya sudah lama kan nggak ke sana :D.

Tapi sekarang berubah total. Di gerbang masuk, ada sebuah meja melengkung. Untuk masuk, pengunjung lewat pintu sebelah kiri.

Perpustakaan UPI

Ruangan dalam pun rasanya jadi lebih lega kelihatannya. Lalu di mana loket sirkulasi? ternyata pindah tempat. Kalau dari pintu masuk, berarti di sebelah kanan. Di balik loker tas yang kini pakai kunci (dulu cuma rak biasa yang terbuka, jadi bisa aja ada yang mencuri tas dsb).

Antri

Seingat saya, tempat koleksi buku masih belum berubah, masih di tempat itu, di sebelah kiri perpustakaan. Bagaimana dengan koleksinya? ya seharusnya bertambah sih, soalnya setiap lulusan diwajibkan menyumbang buku kan? Eh tapi kok perasaan sama aja ya? 😀

Ruang baca pun masih belum berubah. Ada di sebelah kanan ruangan. Yang membedakan, sekarang di dalam ada kantin. Letaknya di pojok kanan ruangan. Jadi bisa baca sambil ngemil? Nggak tahu juga sih, karena saya nggak masuk ke sana :D.

Belajar

Di bagian belakang, ada namanya ruang multimedia (kalau nggak salah). Dulu di tempat itu semacam warnet, bisa internetan dengan harga cukup murah per jamnya. Cuma dulu di sana komputer jadi ladang virus. Entah kalau sekarang.

Di mana bagian skripsi atau tesis? Letaknya masih sama ternyata, di lantai dua bagian kiri. Sementara untuk jurnal dan sebagainya ada di bagian kanan. Di tempat skripsi, ada tempat baca lagi. Ya mungkin untuk mahasiswa yang mau nyontek *eh mempelajari skripsi seniornya bisa di situ :D.

Ruang Skripsi

Di ruangan ini pun masih ada tempat mahasiswa yang ingin baca koran atau majalah gratis. Bedanya, cat temboknya sekarang lebih ramai dari zaman 5 tahun lalu. Oh iya, di sana ada pusat Bahasa Prancis juga. Atau tempat belajar bahasa Prancis?

Bentar, lalu di mana bahasan karcisnya? Tenang. Sekarang dimulai. 😀

Begini ceritanya. Sebelum masuk ke perpus, saya sempat chatting sama Riski, tanya-tanya bagaimana cara orang luar masuk ke perpustakaan. Nah kata mahasiswi tingkat akhir yang nggak tahu kapan sidangnya itu, umum bisa masuk tapi harus daftar dulu.

Baiklah, maka ketika setelah bertanya pada penjaga loker apakah saya bisa masuk dan jawabannya tentu saja boleh, maka saya simpan tas dan jaket di loker 201. Lalu masuk. Di gerbang masuk yang warnanya merah itu, bapak penjaga loker meminta saya ke bagian pendaftaran yang letaknya di ujung kiri loket peminjaman buku. Datanglah saya ke sana, dan mengatakan mau masuk perpustakaan. Tak lupa saya katakan saya orang luar, bukan mahasiswa (padahal alumni).

Di sini, saya lalu diminta mengisi sebuah formulir fotokopian ukuran kira-kira A4 dibagi 4. Nama formulirnya ‘Form Pengguna Fasilitas Perpustakaan UPI’. Setelah mengisi dua lembar formulir, si bapak penjaga meminta saya memilih pembayaran. HAH? BAYAR? Iya, bayar, karena di formulir jelas ada tulisannya. Sehari Rp2.000. Seminggu Rp5.000. Begini penampakannya.

karcis

Walaupun berat, saya bayarlah formulir yang saya sebut karcis itu. Duit dua rebu memang nggak besar. Jajan cireng yang di dekat JICA aja sekarang minimal 3 rebu. Tapi ini kan PERPUSTAKAAN? Sependek pengetahuan saya, waktu saya belum menjadi mahasiswa ITB, waktu masuk ke perpustakaan (yang besar) saya nggak usah bayar. Pernah sih bayar, waktu masuk ke perpustakaan jurusan. Itupun ada imbalannya, kartu perpustakaan, yang bisa digunakan jika saya mau masuk ke sana lagi. Tapi untuk ke perpustakaan yang umum, perasaan saya, nggak ada itu pakai bayaran.

Entah kalau di perpustakaan perguruan tinggi lain, apakah bayar atau tidak. Kalau tidak salah, waktu ke perpustakaan Unpar juga tidak, selama punya kartu anggota. Kalau nggak salah, karena terakhir ke sana 2007. wuih zaman kapan tuh? Apakah memang sudah lazim ya harus bayar tiap masuk ke perpustakaan di perguruan tinggi?

*tulisan terpaksa sampai sini, ngga bisa dilanjutkan karena tiba-tiba error ketika nulis tambahannya. Aneh. :|*


2 responses to “‘Karcis’ di Perpustakaan UPI”

  1. ohhhh jadi klo mau masuk perpus harus chat dulu yah.. nanya dulu gtu.. ohhh iyah.. biar ada obroleun gtu sih yah.. oh yayya.. bisa..bisa..

    Go om han!!! go om han! GOOOO!!!!

  2. ass
    mas, mau nanya saya mahasiswa semester 8 dan sedang skripsi.
    saya butuh bgt nie mas teori tentang keterampilan kerjasama siswa.

    saya sempat dapt teori dari skripsi alumni UPI mbak evanti prameswita dari internet tentang keterampilan kerjasama, namun bab II ga bisa saya download mas, padahal yang dibutuhkan adalah teori di bab II, dan harus menggunakan password, jika diizinkan mohon informasinya mas, trimakasih banyak.

Leave a Reply to dieka koes (@dieka2501) Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.