2013, semacam kaleidoskop (bagian kedua)


Mari kita lanjutkan menulis kaleidoskop 2013 bagian kedua. Kejadian yang (mungkin menarik) dan menjadi catatan sepanjang tahun ini. Spoiler: tulisan ini cukup panjang dan membosankan. Silakan baca kalau mau. Kalau tidak, kenapa nggak baca HAH!!?!

Salah satu hal yang bagi saya baru di tahun ini adalah, akhirnya saya bisa main ke luar kota. Sendirian. Ini penting, karena sepanjang hidup dari lahir hingga akhir 2012, saya belum pernah main jauh-jauh dari Bandung. Kalau banyakan mungkin sering, meski belum pernah keluar dari Pulau Jawa :))).

Silakan sebut saya kurung batokeun atau apa, tapi itulah kenyataannya. Sejak lahir hingga akhir 2012, saya nggak pernah jauh dari Bandung, baik kota ataupun kabupaten. Paling jauh main ke Garut, atau ke Subang.

Makanya, ketika sudah dinyatakan lulus dari kampus gajah, saya ingin coba liburan. Apalagi ada sisa uang SPP yang bisa digunakan :D. Awalnya, saya mau main ke luar kota sama teman seperjuangan di lab besmen, tapi karena sesuatu hal akhirnya sendirian.

Dan kota yang dipilih untuk melancong pertama kali ini adalah Djokdja alias Yogyakarta alias jogja. Banyak alasan saya pilih ke sana. Selain sudah lama nggak ke sana (terakhir sekitar 10 tahun lalu ketika masih SMA), juga karena ingin ketemu sama teman yang saya kenal dari Twitter, seorang selebtwit yang (waktu itu) penyiar di salah satu radio di Yogya, Radio Buku.

Satu alasan lain ingin ke Jogja, karena saya ingin naik kereta api! haha. Ini alasan serius, karena terakhir kali saya naik kereta api itu saat masih kecil. Kalau nggak salah, dulu naik kereta waktu mau ke Purwokerto, menengok saudara bapak saya.

Maka, di akhir Januari (setelah beberapa persoalan berkaitan dengan sidang sudah selesai), saya pun pergi ke Jogja. Nah, berbeda dengan backpacker propesional yang sudah pengalaman main ke luar kota (atau ke luar negeri), saya nggak mempersiapkan apa-apa selain pakaian dan uang.

Ada sih teman saya (yang waktu itu) kerja di Tribun dengan baik hati bikin itinerary, sebagai patokan supaya saya nggak terlalu bengong saat sampai di Stasiun Tugu. Si teman saya yang berinisial Andro itu dengan cukup rajin dan detail membuat itinerary untuk 3 hari. Pokoknya lengkap.

Oh iya, selain pertama kali pergi sendirian ke luar kota, ini pun menjadi pertama kalinya saya naik kereta sendirian. Termasuk pertama kalinya pegang tiket kereta, bayar tiket, dan masuk peron sendirian untuk naik kereta. Dan pertama kalinya pula naik kereta kelas bisnis. Norak? Mungkin sih, tapi itu kenyataannya :D.

Karena pertama kali itulah, saya sempat kebingungan ketika masuk stasiun Bandung, karena nggak tahu rel berapa kereta Lodaya malam berada. Saya pun terpaksa tanya ke satpam yang berjaga di dekat rel. Untunglah pak satpam baik hati dan menunjukkan kereta yang harus saya naiki. Sekitar pukul 7 malam, kereta mulai melaju.

Sekitar jam setengah 4 akhirnya untuk pertama kalinya menginjak kaki di Stasiun Tugu. Lalu mulai bingung, mau ke mana? Karena ini dadakan, saya sampai lupa booking penginapan. Lalu saya telpon teman saya yang belum ditemui itu. Sayangnya nggak nyambung. Beberapa kali ditelpon tetap nggak diangkat.

Karena bingung dan sudah mulai lapar, akhirnya saya beranikan diri keluar dari stasiun lewat jalan belakang. Dan ternyata bukannya dapat pencerahan, yang ada justru bingung, karena saya buta arah. Di mana Malioboro? Di mana barat, timur, selatan, utara?

Tapi karena sudah kagok di luar (dan nggak bisa masuk lagi), akhirnya nekat jalan terus ke sebelah kiri stasiun. Beberapa tukang becak menawarkan jasanya, tapi saya menolak dengan halus. Takut ditipu *eh :D.

Jalan makin jauh, tapi malah makin bingung. Lihat di peta, saya sudah lumayan jauh jalan dari stasiun, tapi nggak jelas arah ke mana. Menjauh kah dari Malioboro? (karena cuma Malioboro yang bisa saya jadikan patokan).

Ketika semakin bingung (dan semakin jauh dari gerbang stasiun), akhirnya saya mulai mengenal medan. Ternyata saya berjalan ke arah timur! Artinya mendekati Malioboro. Dan benar saja, akhirnya saya kembali ke Malioboro, tempat (yang biasanya) rame. Tapi saya kepagian, belum jam 5 dan saya lapar sangat. Dan sialnya belum ada tukang makanan.

Untunglah setelah cukup lelah berjalan, saya menemukan Indomaret yang buka 24 jam. Di sana, saya beli pop mie dan ikut charge hp yang sudah sekarat. Hampi setengah jam di Indomaret, akhirnya saya kembali jalan kaki tanpa tujuan. Setelah lumayan capek, akhirnya ada seorang bapak yang menawarkan penginapan. Nggak murah memang, tapi karena sudah ngantuk dan capek akhirnya saya terima juga tawarannya.

Penginapan itu letaknya di sebuah gang dari jalan kecil dekat Malioboro. Saya lupa gangnya, namun memang cukup jauh. Tapi cukuplah untuk harga yang nggak terlalu mahal (meski nggak murah-murah amat). Setelah dapat kamar, saya pun langsung tidur..

Bangun-bangun masih pagi, dan teman saya menghubungi. Dan ternyata ada kesalahpahaman. Teman saya mengira saya datangnya jam 4 sore, padahal maksudnya jam 4 subuh. Akhirnya si teman itu nggak bisa jemput. Pantesan ditelpon nggak diangkat :))

Setelah bisa ditelpon, kami pun janjian. awalnya janjian di Malioboro, tapi karena lama, akhirnya kami janjian di Keraton, karena saat itu saya sudah sampai ke keraton, jalan kaki dari Malioboro.

Setelah nunggu beberapa jam, akhirnya dia dan temannya datang. Masing-masing bawa motor. Pertemuan yang sulit dilupakan, karena saat itu si perempuan berinisial Nad itu malah jatuh dari motor. Padahal itu motor rental :D.

Setelah singgah sebentar di Radio Buku, kami bertiga akhirnya sepakat bertamasya ke tempat yang cukup jauh dari Jogja, yakni Gunung Nglanggeran. Tempatnya memang jauh, karena sudah beda kota dengan Jogja, jaraknya sekitar 25-30 km dari pusat kota.

Menggunakan dua motor, kami menjelajah jalanan Jogja yang sebagian besar mulus dan sepi. Berbeda jauh dengan Bandung yang (waktu itu) banyak bolongnya, dan terutama macetnya yang sangat keren sekali. Tapi meski sepi, saya lihat jarang yang ngebut.

Namanya gunung, letaknya di pegunungan dong. Setelah sampai di lokasi, kami beli tiket (lupa harganya), kami harus berjalan melahap jalur terjal dan kadang curam demi bisa sampai ke puncak gunung yang mungkin tepat disebut bukit itu. Tapi percayalah, usaha keras yang kita kerahkan untuk mencapai puncak gunung akan terbayarkan dengan pemandangan indah dan mempesona. Meski tetap panas, maklum Jogja :D.

Saya lupa, setelah dari Nglanggeran kami pergi ke mana lagi, tapi yang pasti selama beberapa hari itu kami banyak menjelajahi Jogja dengan motor. Mulai dari Taman Pintar, Prambanan (ke luar kota lagi), Alkid, dll. Terima kasih, Nad, banyak hal yang belum bisa saya lupakan dari tamasya ke Jogja lalu :3.

Cuma begitu saja? Iya, karena saya cuma cuti 4 hari untuk kabur ke Jogja. Tapi kabar baiknya, di 2013 saya ke Jogja DUA KALI! yeah… Kampring? Baeweh, karena baru kali ini saya ke Jogja bisa dua kali dalam setahun hehe..

Bedanya dengan tamasya pertama, pada tamasya kedua ini saya nggak sendirian, tapi berombongan bersama gerombolan AJIB dengan modus mengikuti Festival Media di UGM. kegiatan ini dilakukan pada akhir September lalu. Kami berangkat banyakan, berangkat dari Stasiun Bandung Jumat pagi.

Karena keberangkatan kali ini bukan lagi sekadar main-main, maka agenda di sana cukup padat. Setelah sampai di Jogja Jumat sore, kami langsung ke UGM untuk menyiapkan stand AJIB -yang kelak dinobatkan sebagai stand terbaik kedua-.

Saking padatnya acara, kami tak sempat main di hari pertama itu. Begitu pun pada hari kedua, saya nggak sempat ke mana-mana selain di sekitar kampus UGM. Untunglah, pada Sabtu malamnya saya akhirnya bisa kabur ke Malioboro, bertemu teman asal Maracang yang juga sedang liburan di sana.

Begitupun saat pagi-pagi, ketika teman-teman yang lain masih tidur, saya menyelinap keluar, menuju Stasiun Tugu. Saya harus ke sana karena sudah janji menjemput adiknya Dika yang terpaksa ke Jogja sendirian karena kakaknya ada kerjaan mendadak. Nggak hanya menjemput, akhirnya saya antar dia ke Prambanan, sambil nunggu Nad yang menyusul kemudian.

Barulah di hari keempat, saya yang pulang belakangan dari gerembolan AJIB bisa main-main. Tentu saja, kini mainnya sama Nad, Ami adik dika, dan kang Firman, temannya Nad. Selama seharian itu kami mengubek sekitaran Malioboro dan Keraton. Hingga malam, sebelum saya dan Ami pulang lagi ke Bandung tercinta. Capek? Tentu saja, tapi senang (meski kesenangan itu sedikit terganggu karena saya diminta ngisi halaman.. bahhh).

huufttt kepanjangan ceritanya. Tapi itulah sedikit kenangan saya di 2013. Bisa mewujudkan mimpi sok-sokan jadi bekpeker dan main keluar kota untuk pertama kalinya (dan ada yang pertama kali lainnya, tapi tak perlu ditulis lah haha).

Semoga di tahun ini ada banyak keajaiban lainnya (misalnya bisa ke luar negerii haha), dan tentunya bisa hidup lebih baik lagi. Kalau bisa dapat jodoh juga. hahahahahaaminhahaha

Sekian. Semoga masih bisa nulis bagian terakhir. Yakni bagian main ke betawi. Kalau sempat itu juga :D.


One response to “2013, semacam kaleidoskop (bagian kedua)”

Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.