Rama dan Raja Idrus


MUNGKIN cerita tentang pengakuan Ramaditya tentang pencabutan klaim atas pengakuannya sebagai komposer musik game sudah basi ya.. Tapi tak apa, karena saya ingin menulis ini. Kenapa? tentu bukan karena sedang tren (walau sebenarnya iya juga sih), tapi saya takjub atas cerita ini. Bahwa banyak orang yang tertipu atas klaimnya selama ini.

Sebagai orang yang sehari-hari harus bersikap skeptis, kadang kenyataan ini membuat saya malu. Ternyata saya nggak pernah mengecek kebenaran klaim tersebut. Asal percaya saja. Bodoh? Mungkin iya, seperti anda yang pernah percaya akan ceritanya. Untungnya saya belum pernah menulis tentang dia hehe..

Dan saya salut sama orang yang pertama kali meragukan kebenaran cerita itu. Seperti para Kaskuser yang begitu gigih dan mengorek klaim tersebut tanpa dipengaruhi kebencian. Murni hanya mencari kebenaran.

Saya pernah mengikuti acara di mana Rama menjadi narasumbernya. Waktu itu kalau nggak salah dia mengisi acara Telkom di Hotel di kawasan Alun-alun Bandung. Waktu itu saya begitu kagum atas kehebatan dia. Terutama bagian dia sebagai komposer musik game dan kemampuannya dalam komputer. Sampai sesaat sebelum membaca ulasan di detikinet, saya masih percaya akan klaim itu.

Dan, ketika saya baca ulasan yang berjudul Catatan Nol Kilobyte itu, saya terperangah. Benarkah? Saya semakin yakin setelah baca thread di Kaskus, awal mula kecurigaan kaskuser terhadap klaim tersebut.

Kasus ini sudah selesai. Meski kecewa, saya masih salut sama Rama, karena berani mengakui kesalahannya. Kebohongan yang tentunya berat untuk dipendam, dan semakin hari semakin besar bebannya. Saya salut dengan kejantanan dia yang meminta maaf atas kesalahnnya tersebut.

Lalu, apa hubungannya dengan Raja Idrus? Tentu saja ada. Bagi yang belum tahu, kisah Raja Idrus merupakan sisi gelap rakyat Indonesia (dan pejabatnya), yang sering kali langsung percaya terhadap suatu cerita. Tak ada yang namanya kroscek.

Makanya, ketika membaca kisah Rama, saya langsung teringat akan si raja Idrus ini, yang pernah saya baca di majalah Intisari edisi tahun 1990-an (saya lupa tepatnya). Cerita yang menarik, lucu, sekaligus memalukan.

Alkisah, di zaman Soekarno, sekitar 1950-an, pernah ada sepasang suami istri, Idrus dan Markonah. Mereka mengaku sebagai raja Suku Anak Dalam. Penampilannya memang sangat meyakinkan, ditambah dengan kacamata hitam yang tak pernah lepas. Nah, hebatnya, banyak yang percaya atas kisah si raja jejadian itu. Mungkin termasuk Soekarno.

Namun, lama-lama kedok mereka terungkap. Ternyata, Idrus bukanlah raja, melainkan tukang becak. Sementara Markonah? Ternyata dia seorang pelacur. wew.

Ternyata bukan raja Idrus saja yang pernah menipu rakyat Indonesia. Masih banyak penpu ulung lainnya yang telah memperdaya pejabat kita. Seperti seorang ibu yang mengaku bayi dalam kandungannya bisa bicara. Setelah ditelusuri, ternyata si ibu menggunakan tape kecil, yang waktu itu masih jarang ada yang tahu.

Dan seperti biasa, meski jengkel, kecewa, marah, dll, sebentar lagi kasus seperti ini akan cepat dilupakan. Sambil menunggu kisah penipu selanjutnya.

Btw, sepertinya cerita padi Supertoy pun layak disandangkan di sini ya? Karena telah menipu persiden kita :D.


0 responses to “Rama dan Raja Idrus”

  1. Walah, saya jadi inget Padi Supertoy itu lagi…. 😛

    Namanya aja “supertoy”, mainan super. 😀

    Btw, blog ini belom dipasangin feed burner ya? Itu lho, suapay bisa langganan via email… 8)

    _____________________________________
    sebenarnya ada om.. tapi lupa ga di link 😀

Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.