Dari dokter ke dokter


Rasanya baru kali ini berobat hingga ke tiga dokter berbeda. Dengan diagnosis yang beda-beda, dan obat yang berbeda. Dan harga yang juga berbeda. Huft.

Sakit yang awalnya demam dan berujung typus itu dimulai sejak Sabtu (2/4/2016) malam, pulang dari kantor. Loh kok sabtu masuk, bukannya libur?

Begini ceritanya… Alkisah.. Pada Sabtu (2/4/2016) siang, habis ngajar saya langsung ke kota. Hari itu saya piket karena besoknya, Minggu (3/4) sodara gelar syukuran nikah. Nggak elok kalau harus kerja saat saudara gelar syukuran, kan?

Malamnya, saya masih sempatkan main ke Gramedia untuk cari buku pak Seno. Tapi ternyata kata pelayan, buku itu sudah habis. Akhirnya saya beli buku novel terbaru Eka Kurniawan yang judulnya “O”. Penasaran karena katanya pak Eka adalah penerus Pram. Benarkah?

Sampai rumah sudah cukup malam, jam 11-an. Tapi di rumah sodara masih ramai karena banyak yang sedang beberes buat persiapan syukuran besok pagi. Saat tiba di rumah, tenggorokan sudah mulai terasa nyeri.

Pagi-pagi, ketika penghuni rumah sudah bersiap ke rumah sodara, saya masih diharudum sarung. Tenggorokan mulai benar-benar sakit. Juga demam.

Tadinya mau tidur saja, dan nggak ke rumah sodara. Tapi kurang elok, masa sodara jauh datang tapi tetangga sebelah malah tidur? Maka meski sambil panas dingin, saya mandi. Untunglah saat itu khutbah nikah baru dimulai, jadi masih bisa menyimak.

Setelah salam-salaman dan makan, saya putuskan pulang saja dan tidur lagi karena tenggorokan makin terasa sakit. Tapi pas bangun lagi, ternyata sakitnya nggak hilang, malah makin demam.

Besoknya saya pergi puskesmas yang letaknya di depan pesantren. Setelah ngantri sejam lebih, akhirnya diperiksa sama bu dokter yang pada Februari lalu periksa saya juga. Dengan kasus yang sama, radang tenggorokan.

“Duh kenapa atuh kok sakit lagi. Stres ya?” kata bu dokter.

“Makanya jangan stres. Stres kenapa? Kerjaan?” si bu dokter terus nanya sambil periksa tekanan darah. Saya cuma mesem-mesem. Mau bilang iya, nanti malah curhat *eh.

Lalu bu dokter kasih resep obat. Obatnya hampir sama dengan yang waktu itu, antobiotik, paracetamol, dan muktivitamin.

Obat itu untuk 3 hari. Tapi setelah 3 hari kok tak ada perbaikan? Padahal obat sudah hampir habis, sisa antibiotik doang.

Besoknya, saya berobat lagi. Kali ini ke dokter yang harus bayar, bukan ke puskesmas lagi. Tadinya mau ke dokter 24 jam, tapi pas ke sana, ternyata masih tutup. 24 jam apanya? Huh…

Jadilah saya putar-putar cari dokter yang buka praktek. Tadinya mau langsung ke Al-Ihsan, tapi kejauhan. Untunglah ada klinik yang masih buka, sebut saja klinik dokter A.

Saat diperiksa, dokter A nggak banyak ngomong. Saat saya tanya apa saya DBD atau typus, dia tidak mengiyakan. Bukan, katanya. Ya sudah, saya percaya saja. Berarti cuma radang tenggorokan. Dia lalu kasih resep, dengan obat yang baru.

Hari Jumat, saya merasa agak baikan. Karena sudah 4 hari bolos, hari itu saya putuskan ke kantor. Saat di jalan masih bsik-baik saja, tapi pas di kantor mulai terasa pusing lagi. Beberapa kali saya tidur di kantor supaya pusingnya agak berkurang. Sialnya ternyata nggak ada perubahan.

Jadilah hari itu saya ngedit sambil pening. Entah ada berapa berita yang salah tulis atau typo, karena saya nggak bisa konsentrasi. Pas mau pulang, ternyata hujan cukup deras. Sial. Saya baru keluar kantor jam 11-an, itu pun masih gerimis. Terpaksa momotoran sambil pusing dan berhujan-hujan ria. Huftt..

Besoknya demam lagi deh. Rencana mau datang ke kantor Dicoding pun gagal karena untuk berdiri saja pusing bukan main. Sabtu itu, saya habiskan waktu dengan tiduran sambil sekali-kali main game :D.

Minggu pagi, ternyata pusingnya masih berlanjut. Padahal ada agenda penting di minggu pagi itu: ada pertemuan Indonesia Android Kejar. Tapi apa mau dikata, saya masih belum bisa beranjak dari rumah. Ngedit pun dikerjakan dari rumah. Itu pun tak sampai tamat. Keburu pusyiiing.. *maafkan paboskuu*

Ajaibnya, senin pagi pas bangun, badan sudah mendingan. Pusing sudah hilang, cuma masih lemas. Horeee, sudah sembuuh.. Padahal tadinya saya mau berobat lagi ke rumah sakit.

Tapi negara api keburu menyerang. Menjelang siang, tubuh terasa makin lemas. Sementara keringat dingin terus keluar. Wah ada yang nggak beres ini.. Akhirnya magrib, dengan ditemani pun paman, saya berobat lagi. Ke dokter yang berbeda lagi.

Di dokter ketiga ini, selain diperiksa tensi dan detak jantung, perut juga diperiksa. Diketok-ketok. Hasilnya, saya divonis terkena typus. Saya pun diminta bedrest hingga akhir minggu ini. Kalau nggak, saya harus dirawat. Duh..

Dokter pun menyarankan saya cek darah, siapa tahu kena DBD juga. Waduh.. Gawat kalau kena DBD dan typus sekaligus. Repot..

Setelah tebus obat yang cukup mahal itu, kami lalu ke klinik yang agak jauh untuk cek darah, berbekal surat keterangan dari pak dokter.

Syukurlah, dari hasil cek darah, trombosit saya masih terhitung normal, dan benar saja ada bakteri S. Thypi penyebab typus di tubuh sim saya.

Begitulah ceritanya. Bagi kamu yang repot-repot baca sampai di sini, saran saja, kalau sakit lebih dari 3 hari, waspadalah, jangan-jangan sakitmu bukan demam biasa. Segera ke rumah sakit dan cek darah jika perlu. Hehe.

*ditulis di hape sambil kesel tiduran di kasur*


Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.