Lagi, tentang Pitaloka


GARA-GARA baca novel Pitaloka:Cahaya, saya jadi penasaran dengan tokoh legendaris Sunda ini. Apa benar sosok putri Kerajaan Sunda ini memang jago silat dan menguasai ilmu Kanuragan? Atau memang hanya imajinasi sang pengarang?

Makanya, waktu saya lihat ada buku novel Perang Bubat, saya langsung baca saja. Buku karangan Aan Merdeka Permana ini bercerita tentang peristiwa perang bubat, fakta sejarah yang masih kontroversial dan sampai sekarang masih terasa dampaknya.

Nggak percaya? Coba cari jalan di Bandung yang dikasih nama Gajah Mada atau Hayam Wuruk. Pasti nggak bakalan ada. Padahal nama pahlawan lain bertebaran, dijadikan nama jalan. Bahkan bisa jadi masih ada rasa sakit hati di hati (sebagian) urang Sunda atas peristiwa memilukan ini.

Jika buku karangan Tasaro tidak terlalu banyak menyingkapkan data sejarah dalam ceritanya (seperti, apakah Elang Merah itu benar-benar ada?), di buku ini kita bisa melihat banyak fakta sejarah yang digunakan sebagai jalan cerita. Jadi kita bisa membayangkan bagaimana suasana waktu itu, karena ceritanya terasa lebih realistis, lebih membumi :D.

Namun, ternyata fakta yang digunakan berbeda dengan sejarah yang selama ini diketahui masyarakat. Novel ini berdasarkan pada sejarah lisan yang diturunkan dari mulut ke mulut. Contohnya, bahwa Gajah Mada, mahapatih Majapahit yang diduga tersangka utama peristiwa Perang Bubat itu, aslinya orang Banten keturunan Cina. Nama aslinya Ma Hong Foe.

Selain itu, katanya, Mada pun pernah mengabdi di kerajaan Sunda, dan dia kenal dengan Linggabuwana -raja Sunda- juga dengan Dyah Pitaloka. Bahkan yang lebih mencengangkan, Mada pun sebenarnya jatuh hati sama Dyah Pitaloka! Apa itu benar? nggak tahu juga, sebab fakta ini tidak tercatat dalam sejarah resmi. Apalagi pengarang sudah mewanti-wanti, ini bukan novel sejarah, jadi ya gimana pengarang saja hehe..

Perbedaan lain? tentu masih banyak. Jika di buku Tasaro sosok Dyah Pitaloka adalah perempuan jagoan dan punya sifat angkuh, di buku ini sifatnya bertolak belakang. Hanya satu yang sama: Pitaloka digambarkan sebagai perempuan yang sangat cantik hehe.. Di buku ini, dia digambarkan lemah gemulai, punya perangai baik dan penurut. Dan, dia ga bisa silat, apalagi menguasai jurus pedang tanpa nama :D.

Selain itu, menariknya, dalam novel in ipun dicantumkan beberapa pendapat raja Sunda mengenai perang Bubat. Salah satunya Sri Baduga Maharaja, raja pertama Pajajaran. Tapi aneh, kok ada pendapat dari Pitaloka? Dari mana dapatnya?

Ya sudah lah, intinya, meski ini memang fiksi (dan bukan novel sejarah), saya jadi sedikit memahami latar dan penyebab peristiwa perang tersebut. Penyebabnya ternyata sangat sepele, hanya salah paham saja. Selain itu, ternyata Linggabuwana nggak tewas di medan laga, tapi di daerah Garut. Dan, peristiwa belapati Pitaloka ternyata hanya isu saja! Tapi apa benar? Ah sekali lagi ini hanya fakta. Kalau pun benar, tak akan mengubah sejarah.


0 responses to “Lagi, tentang Pitaloka”

  1. cerita tentang Dyah Pitaloka memang selalu asyik untuk dibaca. aku juga pernah membaca cerita tentangnya dalam tulisan basa sunda. walau agak blibet karena banyak kata-kata yang tidak umum digunakan dalam sehari-hari dan butuh seorang sahabat yang orang LS untuk ditanya-tanya, tapi seru banget

Ada komentar?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.